Mengintip
sejenak masalah ini, yang banyak dialami oleh kalangan muda. Bukan
rahasia umum lagi bahwa onani (masturbasi) sering dilakukan oleh
generasi muda yang belum menikah. Bukan hanya pria diantara wanita pun
ada yang melakukannya. Lalu bagaimana syari’at kita memandang
permasalahan ini begitu juga dari sisi kesehatan dan psikologis? apakah
benar bahwa masturbasi merupakan penyelesaian yang bisa menekan gejolak
seksualitas seseorang? Untuk menemukan jawabannya marilah kita pelajari
masalah ini dengan seksama.
Dalam bahasa Indonesia Masturbasi memiliki beberapa istilah yaitu onani atau rancap, yang maksudnya perangsangan organ sendiri dengan cara menggesek-geseknya melalui tangan atau benda lain hingga mengeluarkan sperma dan mencapai orgasme.Sedangkan bahasa gaulnya adalah coli atau main sabun yaitu kegiatan yang dilakukan seseorang dalam memenuhi kebutuhan seksualnya, dengan menggunakan tambahan alat bantu sabun atau benda-benda lain, sehingga dengannya dia bisa mengeluarkan mani(ejakulasi).
Tujuan
utama dari masturbasi adalah untuk mencari kepuasan atau melepas
keinginan nafsu seksual dengan jalan tidak bersenggama.Dalam islam
masturbasi dikenal dengan beberapa nama yaitu, al-istimna’ al-istimna’ billkaff, nikah al-yad, �jildu �umairah, al-i’timar atau ‘adatus sirriyah. Masturbasi yang dilakukan oleh wanita, disebut al-ilthaf.
Menurut
penelitian, para pemuda yang berumur antara 13 dan 20 tahun merupakan
usia yang paling banyak melakukan masturbasi. Biasanya yang melakukan
masturbasi adalah anak-anak muda yang belum kawin, atau menjanda,
orang-orang dalam pengasingan dan bermacam-macam lagi. Dan, jika
dibandingkan, anak laki-laki lebih banyak melakukan masturbasi daripada
anak perempuan. Diantara penyebabnya ialah:
a. nafsu seksual anak perempuan tidak datang melonjak dan eksplosif, berbeda dengan anak laki-laki.
b.
perhatian anak perempuan tidak tertuju kepada masalah sanggama karena
mimpi seksual dan mengeluarkan sperma(ihtilam) lebih banyak dialami oleh
anak-anak laki-laki. Mimpi erotis yang menyebabkan orgasme pada anak
perempuan terjadi jika perasaan itu telah dialaminya dalam keadaan
terjaga.
Masturbasi di Tinjau dari Segi Kesehatan
Para
ilmuwan barat dan juga psikolog modern mengatakan bahwa melakukan onani
tidak merusak kesehatan jika dilakukan tidak secara berlebih-lebihan.
Karena ia hanyalah mengeluarkan apa yang berlebihan pada tubuh jadi
kehilangan benih tidaklah merugikan tubuh karena kelenjar�kelenjar benih
segera mengisi kekosongan. Meskipun
demikian hal ini tidaklah menjadi dalil di bolehkannya melakukan onani
karena sebenarnya bahaya dan kerugiannya terletak pada segi yang
lain.(Lihat :Bimbingan Seks Suami Istri Pandangan Islam dan Medis, hal
192 ,dr. Nina Surtiretna).
Walau
tidak memberi dampak secara medis, masturbasi dapat memberi dampak pada
keintiman dan kelanggengan pernikahan. Dari penelitian yang
dilakukannya, Dr. Archibald mengatakan bahwa pria yang bermasturbasi
akan terus melakukannya sekalipun telah menikah. Mereka bermasturbasi
karena ketagihan. *(Lihat : Masturbasi: Masalah Klasik Pria, hal 61, dr. Handrawan Nadesul)
Masturbasi di Tinjau dari Segi Psikologis
Sebagaimana
yang kita ketahui seseorang yang melakukan masturbasi satu-satunya
sumber rangsangan seksual adalah dengan berupa khayalan. Khayalan diri
sendiri itulah yang menciptakan rangsangan dan gambaran erotis dalam
pikiran tidak ada cara lain yang ikut serta. Berbeda dengan senggama
yang asli dimana kedua belah pihak yaitu suami dan istri berpartisipasi
membangkitkan gairah seksual mereka yang berakhir pada kepuasan dan
kebahagian.Seluruh anggota tubuh turut mengambil bagian bukan hanya
anggota kelamin saja (berbeda dengan masturbasi). Jadi masturbasi tidak
memberikan kepuasan yang sebenarnya, hanya kepuasan semu semata.
Ibnu
Qayyim menjelaskan bahwa dalam persetubuhan (senggama) suami istri
terdapat puncak kenikmatan, puncak kasih sayang terhadap pasangannya,
pahala, shadakah, kesenangan jiwa, hilangnya pikiran-pikiran kotor,
hilangnya ketegangan, badan terasa ringan dan bertambah sehat .Pada
setiap bagian tubuh mendapat sentuhan kenikmatan. Mata memperoleh
kenikmatan dengan memandang pasangannya, telinga mendengar perkataannya,
hidung mencium aromanya, mulut mengecupnya dan tangan mengelusnya.
Setiap anggota badan mendapat bagian kenikmatan yang dituntutnya.*
(Raudhatul Muhibbin Taman Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, hal 179-180)
Lalu
bandingkanlah dengan masturbasi, tentu sangat jauh sekali.Hasilnya
masturbasi tidak bekerja sebagai suatu kebajikan karena secara
psikologis masturbasi ini malah menciptakan depresi emosional dan
psikologis (kejiwaan). Pelakunya akan selalu dihantui perasaan bersalah
dan berdosa. Sedangkan pada persetubuhan suami istri didapat ketenangan
dan pahala yang besar berdasarkan hadits berikut ini:
و في بضع احدكم اجر قا لوا يا رسول الله ا ياتي احد نا شهوثه و يكون له اجر ؟ قا ل : أ ر أيتم لو وضعها في
الحرام أ كا ن عليه وزر؟ قا لوا : نعم قال : فكذ لك إذا وضعها في الحلال يكون له أجر. ( رواه مسلم)
�Dan,
didalam persetubuhan salah seorang diantara kalian ada pahala�. Mereka
bertanya, �Wahai Rasulullah, adakah salah seorang diantara kami
memuaskan birahinya dan dia mendapat pahala karena itu?� Beliau
bersabda: �Bagaimana pendapat kalian jika dia meletakannya pada hal yang
haram, apakah dia mendapat dosa?� Mereka menjawab, �Benar�, beliau
bersabda, �demikian pula jika dia meletakannya pada hal yang halal, maka
dia mendapat pahala� (HR.Muslim)
Bahkan
termasuk dalam golongan syuhada apabila ia mendapati dirinya mati dalam
keadaan junub (mengumpuli istrinya) haditsnya dari Jabir bin Atik dari
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam beliau bersabda:
�Syuhada
itu ada tujuh selain orang yang gugur berperang fi sabilillah ( di
jalan Allah) yaitu: Orang yang mati ditusuk adalah syahid, mati
tenggelam adalah syahid, mati berkumpul dengan istri adalah syahid,
mati sakit perut adalah syahid, mati terbakar adalah syahid, mati
tertimpa reruntuhan adalah syahid dan wanita yang mati melahirkan anak
adalah syahid� (HR.Ahmad 5/446, Abu Dawud hadits no.3111, Nasaa�i
4/13-14, dan Hakim dalam kitab Mustadraknya 1/352 dengan komentar hadits
ini sanadnya shahih. Pendapat ini di setujui oleh Adh-Dhahabi)*
(Husnul Khatimah Akhir Yang Baik, hal 39)
Artikel Terkait
0 komentar:
Posting Komentar